Criticsl Book Report Bahasa Indonesia Universitas Negeri Medan
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
CRITICAL BOOK REPORT
BAHASA INDONESIA
OLEH :
Levia Febrialisti 4182220012
Program Biologi
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
MEDAN
2020
Kami mengucapkan puji dan syukur atas kehadiran Allah
SWT yang telah memberikan rahmat dan karunianya kepada kami, sehingga dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul ‘’CBR’’, untuk memenuhi tugas dalam mata
kuliah Pendidikan Bahasa Indonesia.
Kami meyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan
dan masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan
hati kami mengharapkan adanya kritik dan
saran yang sifatnya membangun untuk makalah ini.
Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi para
pembaca walaupun makalah ini masih banyak kekurangannya. Akhir kata kami
ucapkan terimakasih.
Medan, 2
April 2020
Hormat
Penulis
IDENTITAS
BUKU
·
Judul buku : Bahasa Indonesia
·
Penulis :
Eko Kuntarto
·
Kota Tempat Terbit : Jakarta
·
Tahun Terbit : Grasindo
·
Edisi :
Pertama
·
Jumlah Halaman : 185
Perkembangan
ilmu pengetahuan yang minim di karenakan rendahnya minat baca masyarakat pada
saat ini. Mengkritik buku salah satu cara yang dilakukan untuk menaikkan
ketertarikan minat baca seseorang terhadap suatu pokok bahasan. Mengkritik buku
(critical book report) ini adalah suatu tulisan atau ulasan mengenai sebuah
hasil karya atau buku, baik berupa buku fiksi ataupun nonfiksi, juga dapat
diartikan sebagai karya ilmiah yang melukiskan pemahaman terhadap isi sebuah
buku.
Mengkritik buku
dilakukan bukan untuk menjatuhkan atau menaikkan nilai suatu buku melainkan
untuk menjelaskan apaa danya suatu buku yaitu kelebihan atau kekurangannya yang
akan menjadi bahan pertimbangan atau ulasan tentang sebuah buku kepada pembaca
perihal buku-buku baru dan ulasan kelebihan maupun kekurangan buku tersebut.
Yang lebih jelasnya dalam mengkritik buku, kita dapat menguraikan isi pokok
pemikiran pengarang dari buku yang bersangkutan diikuti dengan pendapat
terhadap isi buku.
Uraian isi pokok buku memuat ruang lingkup permasalahan yang dibahas pengarang, cara pengarang menjelaskan dan menyelesaikan permasalahan, konsep dan teori yang dikembangkan, serta kesimpulan. Dengan demikian laporan buku atau resensi sangat bermanfaat untuk mengetahui isi buku selain itu, akan tahu mengenai kekurangan dan kelebihan dari isi buku yang telah dibaca. Untuk itu, kami harapkan kepada pembaca agar mengetahui dan memahami mengenai laporan buku atau resensi sehingga dapat menilai isi buku tersebut dengan baik dan bukan hanya sekedar membaca sekilas buku tersebut melainkan dapat memahami apa yang ada dalam buku tersebut secara mendalam.
Kritik buku (critical book report) ini dibuat sebagai salah satu referensi ilmu yang bermanfaat untuk menambah wawasan penulis maupun pembaca dalam mengetahui kelebihan dan kekurangan suatu buku, menjadi bahan pertimbangan, dan juga menyelesaikan salah satu tugas mata kuliah Pendidikan Bahasa Indonesia pada Jurusan Biologi Non-kependidikan di Universitas Negeri Medan
·
Membantu pembaca mengetahui gambaran dan
penilaian umum dari sebuah buku atau hasil karya lainnya secara ringkas.
·
Mengetahui kelebihan dan kelemahan buku
yang diresensi.
· Mengetahui latar belakang dan alasan buku tersebut diterbitkan
DESKRIPSI ISI BAB BUKU
MODUL I
SEJARAH, FUNGSI , DAN KEDUDUKAN BAHASA INDONESIA
1.1. Deskripsi
Materi Pembelajaran
“Bahasa menunjukan
bangsa”, demikian peribahasa yang sering kita dengar atau baca, yang artinya
bahasa menunjukkan jati diri seseorang. Bahasa akan menampakkan watak, pola
pikir, kebiasaan, atau bahkan kecerdasan seseorang. Dari bahasa yang digunakan,
kata-kata yang dipilih, dan tekanan atau intonasi yang diucapkan, kita dapat
mengetahui siapa sesungguhnya yang berbicara, apakah dia orang baik, bagaimana
akhlaknya, seberapa tingkat kecerdasannya, dan sebagainya. Orang yang hatinya
lembut dapat dilihat dari tutur katanya yang juga lembut. Sebaliknya orang yang
hatinya kasar kata-katanya juga cenderung kasar. Demikianlah, bahasa
mencerminkan hati dan kepribadian seseorang.Identitas kebahasaan suatu bangsa
sangat menentukan kualitas bangsa itu.
1.2. Sejarah
Bahasa Indonesia
1.2.1. Asal-usul
Bahasa Indonesia
Dari sudut pandang
linguistik, bahasa Indonesia adalah salah satu dari banyak ragam bahasa Melayu.
Ragam yang dipakai sebagai dasar bagi bahasa Indonesia adalah bahasa Melayu
Riau. Pada Abad ke-19, bahasa Melayu merupakan bahasa penghubung antaretnis dan
suku-suku di kepulauan nusantara. Selain menjadi bahasa penghubung antaretnis
dan suku-suku, dulu bahasa Melayu juga menjadi bahasa penghubung dalam kegiatan
perdagangan internasional di wilayah nusantara. Trasaksi antarpedagang, baik
yang berasal dari pulau-pulau di wilayah nusantara maupun orang asing,
menggunakan bahasa pengantar bahasa Melayu. Bahasa melayu kala itu adalah
lingua franca (bahasa pengantar dalam pergaulan) antarwarga nusantara dan
dengan pendatang dari manca negara. Hal ini merupakan salah satu alasan mengapa
bahasa Melayu ditetapkan sebagai dasar bagi bahasa Indonesia
Alasan lain mengapa
bahasa Melayu dipilih menjadi bahasa nasional bagi negara Indonesia adalah
karena hal-hal sebagai berikut. Dibandingkan dengan bahasa daerah lain,
misalnya bahasa Jawa, sesungguhnya jumlah penutur bahasa Melayu tidak lebih
banyak. Dipandang dari jumlah penuturnya, bahasa Jawa jauh lebih besar karena
menjadi bahasa ibu bagi sekitar setengah penduduk Indonesia;sedangkan bahasa
Melayu dipakai tidak lebih dari sepersepuluh jumlah penduduk Indonesia. Bahasa
Melayu ragam Riau merupakan bahasa yang kurang berarti. Bahasa itu diperkirakan
dipakai hanya oleh penduduk kepulauan Riau, Linggau dan penduduk pantai-pantai
di Sumatera. Namun di sinilah letak kearifan para pemimpin kita dahulu. Mereka
tidak memilih bahasa daerah yang besar sebagai dasar bagi bahasa Indonesia
karena dikhawatirkan akan dirasakan sebagai pengistimewaan yang berlebihan
Alasan kedua, mengapa
bahasa Melayu dipilih sebagai dasar bagi bahasa Indonesia adalah karena bahasa
itu sederhana sehingga lebih mudah dipelajari dan dikuasai. Bahasa Jawa lebih
sulit dipelajari dan dikuasai karena kerumitan strukturnya, tidak hanya secara
fonetis dan morfologis tetapi juga secara leksikal. Seperti diketahui, bahasa
Jawa memiliki ribuan morfem leksikal dan stuktur gramatikal yang banyak dan
rumit. Penggunaan bahasa Jawa juga dipengaruhi oleh struktur budaya masyarakat
Jawa yang cukup rumit. Ketidaksederhaan itulah yang menjadi alasan mengapa
bukan bahasa Jawa yang dipilih sebagai dasar bagi bahasa Indonesia. Yang sangat
menggembirakan adalah bahwa orang-orang Jawa pun menerima dengan ikhlas
kebedaraan bahasa Melayu sebagai dasar bagi bahasa Indonesia, meskipun jumlah
orang Jawa jauh lebuih banyak daripada sukusuku lain.
Penggunaan bahasa
Melayu sebagai lingua franca atau bahasa pergaulan bagi suku-suku di wilayah
nusantara dan orang-orang asing yang datang ke wilayah nusantara dibuktikan
dalam berbagai temuan prasasti dan sumber-sumber dokumen. Dari dokumen-dokumen
yang ditemukan diketahui bahwa orang-orang Cina, Persia dan Arab, pernah datang
ke kerajaan Sriwijaya di Sumatera untuk belajar agama Budha. Pada sekitar abad
ke-7 kerajaan Sriwijaya merupakan pusat internasional pembelajaran agama Budha,
dan negara yang terkenal sangat maju perdagangannya. Kala itu, bahasa Melayu
merupakan bahasa pengantar dalam pembelajaran agama Budha dan perdagangan di
Asia Tenggara. Bukti-bukti yang menyatakan hal itu adalah prasasti-prasasti
yang ditemukan di Kedukan Bukit di Palembang (683 M), Talang Tuwo di Palembang
(684 M), Kota Kapur (686 M), Karang Birahi di Jambi (688 M). Prasasti-prasasti
itu bertuliskan huruf Pranagari dan berbahasa Melayu Kuno. Bahasa Melayu Kuno
ternyata tidak hanya dipakai pada masa kerajaan Sriwijaya saja karena di Jawa
Tengah (Ganda Suli) juga ditemuka prasasti berangka tahun 832 M dan di Bogor
berangka tahun 942 M yang juga menggunakan bahasa Melayu kuno.
Meskipun dipakai oleh
lebih dari 90% warga Indonesia, Bahasa Indonesia bukanlah bahasa ibu bagi
kebanyakan penuturnya. Bahasa ibu bagi sebagian besar warga Indonesia adalah
salah satu dari 748 bahasa daerah yang ada di Indonesia. Dalam pemakaian
sehari-hari, Bahasa Indonesia kerap dicampuradukkan dengan dialek Melayu lain
atau bahasa daerah penuturnya. Meskipun demikian, Bahasa Indonesia digunakan
sangat luas di perguruan-perguruan, di media massa, sastra, perangkat lunak,
surat-menyurat resmi, dan berbagai forum publik lainnya, sehingga dapatlah
dikatakan bahwa Bahasa Indonesia digunakan oleh semua warga Indonesia.\
Menyadari akan
pentingnya kedudukan bahasa Melayu, campur tangan pemerintah semakin kuat. Pada
tahun 1908 pemerintah kolonial membentuk Commissie voor de Volkslectuur atau
“Komisi Bacaan Rakyat” (KBR). Lembaga ini merupakan embrio Balai Poestaka.
komisi ini. Di bawah pimpinan D.A. Rinkes, pada tahun 1910 KBR melancarkan
program Taman Poestaka dengan membentuk perpustakaan kecil di berbagai sekolah
pribumi dan beberapa instansi pemerintah. Perkembangan program ini sangat
pesat, dalam dua tahun telah terbentuk sekitar 700 perpustakaan. Cara ini
ditempuh oleh pemerintah kolonial Belanda karena melihat kelenturan bahasa
Melayu Pasar yang dapat mengancam eksistensi jajahanannya. Pemerintah kolonial
Belanda berusaha meredamnya dengan mempromosikan bahasa Melayu Tinggi,
diantaranya dengan penerbitan karya sastra dalam Bahasa Melayu Tinggi oleh
Balai Pustaka. Namun, bahasa Melayu Pasar sudah telanjur berkembang dan
digunakan oleh banyak pedagang dalam berkomunikasi.
1.2.2. Peresmian
Bahasa Indonesia
Pada tahun 1928 bahasa Melayu mengalami
perkembangan yang luar biasa.
Pada tahun tersebut para tokoh pemuda
dari berbagai latar belakang suku dan kebudayaan membuat ikrar untuk menetapkan
bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan Indonesia. Ikrar ini dicetuskan
melalui Sumpah Pemuda. Ikrar Sumpah Pemuda dilakukan karena perjuangan rakyat
yang telah dilakukan bertahun-tahun untuk kemerdekaan belum juga berhasil.
Sebab utama gagalnya perjuangan mencapai kemerdekaan karena sifatnya masih
kedaerahan. Egoisme suku dan daerah menjadi penghalang munculnya persatuan.
Kesadaran itu kemudian memotivasi para pemuda dari berbagai daerah di nusantara
untuk berkumpul dan membuat ikrar:
Berbangsa
satu bangsa Indonesia
Bertanah
air satu tanah air Indonesia
Menjunjung
tinggi bahasa persatuan Bahasa Indonesia
Pada saat Sumpah Pemuda
28 Oktober 1928, usul agar bahasa Melayu diangkat sebagai bahasa nasional
disampaikan oleh Muhammad Yamin, seorang politikus, sastrawan, dan ahli
sejarah. Dalam pidatonya pada Kongres Nasional kedua di Jakarta, Muhammad Yamin
mengatakan: “Jika mengacu pada masa depan bahasa-bahasa yang ada di Indonesia
dan kesusastraannya, hanya ada dua bahasa yang bisa diharapkan menjadi bahasa
persatuan yaitu bahasa Jawa dan Melayu. Tapi dari dua bahasa itu, bahasa
Melayulah yang lambat laun akan menjadi bahasa pergaulan atau bahasa persatuan
1.3. Gerakan
Masyarakat yang Mempengaruhi Perkembangan Bahasa Indonesia
1.3.1. Budi
Oetomo. Pada tahun 1908, Budi Oetomo (BU) yang merupakan organisasi
sosialpolitik nasional yang pertama berdiri. Dalam organisasi ini banyak kaum
terpelajar bangsa Indonesia berkumpul dan menyalurkan aspirasi politiknya.
Mereka pada umumnya menuntut persamaan hak untuk belajar di sekolahsekolah
Belanda sebagaimana pemuda-pemuda Belanda. Pada permulaan abad ke-20, pemuda
Indonesia bisa belajar di sekolah-sekolah Belanda jika menguasai bahasa
Belanda. Para pemuda menuntut agar syarat itu diperingan bagi warga pribumi.
1.3.2. Balai
Pustaka. Balai Pustaka (BP) didirikan pada 1908, dan untuk pertama kali
dipimpin Dr. G.A.J. Hazue. Mulanya badan ini bernama Commissie Voor De
Volkslectuur. Baru pada tahun 1917 namanya berubah menjadi Balai Pustaka.
1.3.3. Sumpah
Pemuda. Kongres pemuda yang paling dikenal ialah kongres pemuda yang
diselenggarakan pada tahun 1928 di Jakarta. Sebelumnya, yaitu tahun 1926, telah
pula diadakan kongres pemuda di Jakarta. Bagi bahasa Indonesia memontum ini
sangat berpengaruh karena mulai saat itu bangsa Indonesia memiliki bahasa
persatuan, yaitu bahasa Indonesia. Secara politis, Kongres Pemuda 1928 menjadi
cikal bakal munculnya gerakan politik nasional seperti Budi Utomo, Sarekat
Islam, dan Jong Sumatrenen Bond. Gerakan politik itulah yang menjadi pendukung
utama munculnya semangat kemerdekaan. Pada tahun itu juga organisasi-organisasi
pemuda memutuskan bergabung dalam wadah yang lebih besar, yaitu Gerakan
Indonesia Muda.
1.3.4. Sarikat
Islam. Gerakan Sarekat Islam (SI) yang berdiri pada tahun 1912 memiliki arti
penting bagi perkembangan bahasa Indonesia. SI yang pada awalnya hanya bergerak
dibidang perdagangan, kemudian berkembang menjadi gerakan sosial dan politik.
Sejak berdirinya, SI bersifat non kooperatif dengan pemerintah Belanda. Untuk
mewujudkan sikapnya itu para tokoh dan anggota SI tidak pernah mau menggunakan
bahasa Belanda. Mereka menggunakan bahasa Indonesia dalam berkomunikasi, baik
pada situasi resmi maupun pergaulan sehari-hari. Gerakan SI menjadi pendukung
utama penggunaan bahasa Indonesia jauh sebelum Sumpah Pemuda dilaksanakan.
1.4. Bahasa
Indonesia Baku.
Bahasa Indonesia baku ialah bahasa Indonesia yang digunakan orang-oran terdidik dan yang dipakai sebagai tolak bandingan penggunaan bahasa yang dianggap benar. Ragam bahasa Indonesia yang baku ini biasanya ditandai oleh adanya sifat kemantapan dinamis dan ciri kecendekiaan. Yang dimaksud dengan kemantapan dinamis ini ialah bahwa bahasa tersebut selalu mengikuti kaidah atau aturan yang tetap dan mantap namun terbuka untuk menerima perubahan yang bersistem
RAGAM, LARAS , DAN VARIASI BAHASA
2. Ragam,
Laras, dan Variasi Bahasa
2.1. Ragam
Bahasa
Ragam bahasa adalah
variasi bahasa yang terbentuk karena pemakaian bahasa. Pemakaian bahasa itu
dibedakan berdasarkan media yang digunakan, topik pembicaraan, dan sikap
pembicaranya. Di pihak lain, laras bahasa adalah kesesuaian antara bahasa dan
fungsi pemakaiannya. Fungsi pemakaian bahasa lebih diutamakan dalam laras
bahasa daripada aspek lain dalam ragam bahasa. Selain itu, konsepsi antara
ragam dan laras bahasa saling terkait dalam perwujudan aspek komunikasi bahasa.
Laras bahasa apa pun akan memanfaatkan ragam bahasa. Misalnya, laras bahasa
lisan dan ragam bahasa tulis.
2.1.1. Ragam
dan Laras Bahasa
Istilah ragam bahasa
menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
(2005:920) bermakna variasi bahasa
menurut pemakaian, topik yang dibicarakan, hubungan pembicara dan mitra bicara,
dan medium pembicaraannya. Berdasarkan makna istilah ragam bahasa ini, maka
dalam berkomunikasi seseorang perlu memperhatikan aspek: (1) situasi yang
dihadapi, (2 permasalahan yang hendak disampaikan, (3) latar belakang pendengar
atau pembaca yang dituju, dan (4) medium atau sarana bahasa yang digunakan.
Dari keempat aspek dalam ragam bahasa tersebut, yang lebih diutamakan adalah
aspek situasi yang dihadapi dan aspek medium bahasa yang digunakan dibandingkan
kedua aspek yang lain.
2.1.2. Pidgin
dan Creole
Dari laras bahasa berkembang pidgin dan creole. Pidgin adalah fungsi bahasa sebagai alat komunikasi antara dua kelompok orang yang belum mempunyai bahasa umum. Pendatang dari suku Jawa ketika pertama kali berkumpul dengan pendatang dari suku Batak di Sumatra, misalnya, jika di antara mereka hanya menguasai bahasa daerahnya masing-masing dan sama-sama belum menguasai bahasa Indonesia, maka dalam komunikasi sehari-hari di antara kedua suku tersebut menggunakan bahasa campuran: bahasa Jawa dan bahasa Batak Bahasa campuran itu disebut pidgin. Bahasa pidgin berkembang ketika dua penutur asli kelompok bahasa yang berbeda mencoba untuk membuat sarana komunikasi. Kosakata ini terutama berasal dari salah satu bahasa dan tidak memiliki seperangkat aturan tata bahasa stabil, terutama pada tahap awal pengembangan.
3. Pemakaian
Himbuhan
Dalam berbahasa
Indonesia acap kali sebuah kata dasar atau bentuk dasar perlu diberi imbuhan
(afiks) untuk dapat digunakan didalam perturutan. Imbuhan ini dapat mengubah
makna, jenis dan fungsi sebuah kata dasar atau bentuk dasar menjadi kata lain,
yang fungsinya berbeda dengan kata dasar atau bentuk dasarnya. Imbuhan mana
yang harus digunakan bergantung pada keperluan penggunaannya didalam
pertuturan. Untuk keperluan pertuturan itu sering pula sebuah kata dasar atau
bentuk dasar yang sudah diberi imbuhan dibubuhi pula dengan imbuhan lain.
Imbuhan yang ada dalam bahasa Indonesia
adalah:
1. Akhiran
: -kan, -i, –nya, -in, -at, -is, -isme, -man, -wan, -ah, -us,-wi.
2. Awalan
: ber-, per-, me-, di-, ter-, ke-, se-, pe-
3. Sisipan
: -el-, -em-, -er-
4. Imbuhan
gabung : ber-kan, ber-an, per-kan, per-i, me-kan, me-i, memper-, memper-kan,
memper-i, di-kan, di-i, diper-, diper-kan, diper-i, ter-kan, ter-i, ke-an,
senya, pe-an, per-an.
Jenis
tabel imbuhan Bahasa Indonesia
Prefiks
(Awalan) |
Infiks
(Sisipan) |
Sufiks
(Akhiran) |
Simulfiks
(Imbuhan Gabungan) |
Ber- |
-el- |
-kan |
Ber-kan |
Per- |
-em- |
-i |
Ber-an |
Me- |
-er- |
-nya |
di-kan |
di- |
|
|
di-per |
Ter- |
|
|
Diper-kan |
Ke- |
|
|
Diper-i |
Se- |
|
|
Ke-an |
Pe- |
|
|
Me-kan |
|
|
|
Me-i |
|
|
|
Memper- |
|
|
|
Memper-kan |
|
|
|
Memper-i |
|
|
|
Pe-an |
|
|
|
Per-an |
|
|
|
Per-kan |
|
|
|
Per-i |
|
|
|
Se-nya |
|
|
|
Ter-kan |
|
|
|
Ter-i |
MODUL IV
PEMAKAIAN KATA PERANGKAI
4. Pemakaian
Kata Perangkai
Hal yang sering menyebabkan sebuah tulisan kurang enak dibaca bahkan menimbulkan kesalahan adalah akibat kurang cermat dalam pemakaian kata Kekurangcermatan ini terutama sering muncul dalam menggunakan kata perangkai. Kata perangkai adalah sekelompok kata yang berfungsi untuk merangkaikan atau menghubungkan kata-kata atau bagian-bagian kalimat, ataupun kalimat yang satu dengan kalimat yang lain dan sekaligus menentukan jenis hubungannya. Yang termasuk kata perangkai adalah kata depan dan kata penghubung. Keduanya merupakan bentuk terikat secara sintaksis. Berikut akan diuraikan beberapa kata perangkai.
5. Kalimat
Efektif
Dalam fungsinya sebagai
alat komunikasi, pemakaian bahasa dikatakan berhasil apabila maksud yang ingin
disampaikan oleh penutur atau penulis dalam berbahasa Indonesia dapat dipahami
secara tepat dan cepat oleh pendengar atau pembaca. Karena itu, penutur atau
penulis hendaknya menggunakan kalimat yang tepat dan efektif ketika berbahasa.
Kalimat yang susunan gramatikanya tidak benar, terlalu panjang atau terlalu
pendek sehingga tidak mengungkapkan maksud secara tepat bukanlah kalimat yang efektif.
Dalam berbahasa, penutur atau penulis dituntut memiliki kemahiran dalam membuat
kalimat-kalimat yang efektif agar tujuan berbahasanya dapat tercapai dengan
baik. Struktur kalimat hendaknya diatur dengan baik, katakata yang digunakan
juga perlu dipilih yang sesuai agar pesan yang akan
disampaikan melalui tuturan atau tulisan dapat sampai kepada pendengar atau pembaca persis seperti yang dikehendaki penutur atau penulis.
PENGEMBANGAN PARAGRAF ATAU ALINEA
6. Pengembangan
Paragraf atau Alinea
Alinea bukanlah suatu
pembagian secara konvensional dari suatu babtulisan, tetapi merupakan kesatuan dari sejumlah
kalimat yang mendukung satu ide atau gagasan pokok. Alinea tidak lain dari
suatu kesatuan pikiran, suatu kesatuan yang lebih tinggi atau lebih luas dari
kalimat. Ia merupakan himpunan dari kalimat-kalimat yang bertalian dalam suatu
rangkaian untuk membentuk sebuah gagasan. Dalam alinea itu gagasan tadi
diperjelas dengan uraian-uraian tambahan, dengan maksud agar pokok pikiran yang
ingin disampaikan dapat diterima dengan baik oleh pembaca atau pendengar.
a) Memudahkan
pengertian dan pemahaman dengan menceraikan suatu tema dari tema yang lain.
Oleh sebab itu setiap aline hanya boleh mengandung suatu tema. Bila terdapat
dua tema, maka aline itu harus dipecahkan menjadi dua alinea.
b) Memisahkan
dan menegaskan perhentian secara wajar dan formal, untuk memungkinkan kita
berhenti lebih lama daripada pemberhentian pada akhir kalimat. Dengan perhatian
yang lebih lama ini konsentrasi terhadap tema alinea lebih terarah.
Dalam membentuk alinea, harus diperhatikan susunan dan kesatuan suatu pokok pikiran. Kalimat-kalimat dalam alinea harus bertalian satu sama lain secara mesra, dan bersama-sama membentuk suatu bagian yang berpautan. Walaupun prinsipnya sebuah alinea harus terdiri dari rangkaian kalimat-kalimat, tetapi ada juga alinea yang terdiri dari satu kalimat, sebagai sudah disinggung pada permulaan uraian ini. Ada beberapa sebab mengapa bisa terdapat alinea semacam ini. Pertama karena alinea kurang baik dikembangkan oleh penulisnya; penulis kurang memahami hakikat alinea. Kedua, memang sengaja dibuat oleh pengarang, karena ia sekedar mengemukakan gagasan itu bukan untuk dikembangkan, atau pengembangannya terdapat pada alinea-alinea berikutnya. Begitu pula sebuah alinea yang terdiri dari sebuah kalimat dapat bertindak sebagai peralihan antara bagian-bagian dalam sebuah karangan. Dialog-dialog dalam narasinarasi, biasanya diperlakukan sebagai satu alinea.
MODUL VII
BAHASA DAN KARYA ILMIAH
7. Bahasa
Dan Karya Ilmiah
Dalam fungsi sebagai
alat komunikasi, bahasa selain digunakan untuk berkomunikasi sehari-hari juga
digunakan untuk mengkomunikasikan ide-ide
atau gagasan-gagasan ilmiah. Penggunaan
bahasa untuk menyampaikan gagasan ilmiah tentu berbeda dengan bahasa
sehari-hari, bahasa di koran, televisi dan media massa lainnya. Menggunakan
bahasa dalam karya ilmiah menuntut kecermatan pemilihan kata dan struktur
bahasanya, harus memenuhi ragam baku atau ragam standar (formal), dan bukan
bahasa informal atau bahasa pergaulan sehari-hari.
Ragam bahasa ilmiah
hendaknya mengikuti kaidah bahasa untuk menghindari ketaksaan atau ambiguitas
makna. Kejelasan makna merupakan hal yang penting dalam menulis karya ilmiah.
Disamping itu, karena karya tulis ilmiah tidak terikat oleh waktu, maka ragam
bahasa yang digunakan hendaknya tidak bersifat kontekstual seperti halnya ragam
bahasa jurnalistik. Tujuannya adalah agar karya tulis ilmiah tersebut dapat
tetap dipahami oleh pembaca yang tidak berada dalam situasi atau konteks saat
karya tulis itu
dibuat.
Masalah ilmiah biasanya
menyangkut hal yang bersifat abstrak dan konseptual, yang sulit dicari alat
peraga atau analoginya dengan keadaan nyata. Untuk mengungkapkan hal semacam
itu, diperlukan struktur bahasa dan kosa kata yang canggih. Ciri-ciri bahasa
keilmuan adalah kemampuan untuk menjelaskan suatu gagasan atau pengertian
dengan ekspresi yang cermat sehingga makna yang dimaksud oleh penulis dapat
diterima persis oleh pembaca. Untuk itu, bahasa ilmiah memiliki ciri-ciri: (1)
isinya bermakna, (2) uraiannya jelas, (3) memiliki kepanduan yang tinggi, (4)
singkat dan padat, (5) memenuhi standar bahasa baku, (6) memenuhi standar
penulisan ilmiah, dan (7) komunikatif secara ilmiah
Aspek komunikatif
hendaknya dicapai pada tingkat kecanggihan yang
tinggi, sehingga penulis harus membatasi diri
menggunakan struktur kalimat dan istilah populer, dan kosa kata yang bermakna
konotatif. Sebab makna simbol harus diartikan sesuai kaidah bahasa baku, maka
karya ilmiah tidak boleh terpengaruh oleh bahasa-bahasa populer dengan
mengorbankan makna yang seharusnya. Misalnya, di televisi sering digunakan
istilah “terkini”. Ada “berita terkini”, “kabar terkini”, “teknologi terkini”.
Padahal, penggunaan kata “terkini” salah kaprah secara konseptual. Tidak ada
“yang lebih kini dari kini” karena “kini” artinya “yang paling mutakhir”.
Karena itu, dalam karya ilmiah kata kini tidak semestinya digunakan. Bahasa
ilmiah tidak boleh mengikuti kesalahkaprahan. Pemenuhan kaidah kebahasaan
merupakan ciri utama bahasa keilmuan. Karena itu, aspek kebahasaan dalam karya
ilmiah sebenarnya memanfaatkan kaidah kebahasaan untuk mengungkapkan gagasan
secara cermat. Kaidah kebahasaan itu menyangkut struktur kalimat, diksi,
istilah, ejaan, dan tanda baca.
Buku
ini sudah dapat dikatakan cukup lengkap karena pembahsan mengenai tiap modul
dibuat secara rinci dan dibahas dengan lengkap sehingga pembaca dapat memahami
dengan mudah maksud buku yang disampaikan oleh penulis. Sebelum modul juga
diberikan daftar isi yang lebih membantu pembaca mencari tau mengenai
pembahasan dalam tiap modul.
Saran saya , apabila kita ingin menggunakan buku yang membantu pembelajaran kita ada baiknya terlebih dahulu ita mengkritisi buku yang ingin kita baca agar dapat mengetahui apakah buku tersebut sudah sesuai dengan pokok pe
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Komentar
Posting Komentar